Jumat, 24 Oktober 2008

Wasiat Wastu Kencana

Niskala Wastu Kancana dikenal sebagai raja Kawali yang banyak meninggalkan pesan kebajikan. Niskala Wastu Kanca na putra dari Lingga Buana atau Prabu Maharaja. Pada saat peristiwa Bubat ia baru berumur sembilan tahun, sehingga tidak ikut rombongan Sunda ke Majapahit. Pasca gugurnya Prabu Maharaja Kawali dikuasakan kepada Sang Bunisora, pamannya yang terkenal ketaatannya terhadap agama, se-hingga Bunisora oleh penulis Carita Parahyangan diberi gelar Satmata, yakni gelar tingkat bathin kelima manusia dalam ke agamaan, sebagaimana yang dijelaskan didalam naskah Sang hiyang Siksa Kandang Karesiyan.
 
Tingkatan dimaksud, yakni acara; adigama; gurugama; tuha gama; satmata; suraloka; nirawerah. Satmata merupakan tingkat kelima, atau tingkat tertinggi manusia yang masih ingin mencampuri urusan duniawi. Setelah mencapai tingkat keenam (Suraloka), maka manusia mulai sinis terhadap du- niawi, sedangkan pada tingkat ketujuh (nirawerah) padam lah seluruh hasrat dan nafsu, seluruh hidupnya dipasrahkan pada Tuhan Yang Maha Esa. (Yoseph : 2005)
 
Niskala Wastu Kancana banyak dibimbing tentang masalah kenegaraan dan keagamaan, sehingga ia tumbuh menjadi orang bijaksana dan banyak disukai masyarakat. Niskala Was tu Kancana menggantikan posisi Bunisora pada usia yang 23 tahun, dengan gelar Mahaprabu Niskala Wastu Kancana atau Praburesi Buana tunggadewata, dalam naskah yang paling muda disebut Prabu Linggawastu putra Prabu Linggahiyang.
 
Karya besar yang dipersembahkan untuk generasi sesudah nya diabadikan dalam prasasti yang terletak di Kawali. Pra sasti inilah yang sangat membantu generasi sesudahnya un tuk mengenal keberadaan Sunda di Kawali. Niskala Wastu Kancana juga melekat dihati masyarakat akan kesalehan sosialnya. Masyarakat Sunda mengenal ajaran atau nasehat yang ia berikan, kemudian dikenal dengan sebutan Wangsit (Wasiat) Wastu Kancana, kemudian ia pun dikenal dengan sebutan Prabu Wangisutah.
 
Prabu Niskala Wastu Kancana diceritakan didalam Fragmen Carita Parahyangan, sebagai berikut :
  • Aya deui putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana, nu tilem di Nusalarang gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah.
  • Sanajan umurna ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran ratu eleh ku satmata, nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas. Batara Guru di Jampang.Sakitu nu diturut ku nu ngereh lemah cai.
  • Batara guru di Jampang teh, nya eta nyieun makuta Sanghiang Pake, waktu nu boga hak diangkat jadi ratu.
  • Mana sesepuh kampung ngeunah dahar, sang resi teng trem dina ngajalankeun palaturan karesianana ngamal keun purbatisti purbajati. Dukun-dukun kalawan teng trem ngayakeun perjangjian-perjangjian make aturan anu patali jeung kahirupan, ngabagi-bagi leuweung jeung sakurilingna, ku nu leutik boh kunu ngede moal aya kare welanana, para bajo ngarasa aman lalayaran nurutkeun palaturan ratu.
  • Cai, cahaya, angin, langit, taneuh ngarasa senang aya dina genggaman pangayom jagat.
  • Ngukuhan angger-angger raja, ngadeg di sanghiang lingga wesi, puasa, muja taya wates wangenna.
  • Sang Wiku kalawan ajen ngajalankeun angger-angger dewa, ngamalkeun sanghiang Watangageung. Ku lantaran kayakinan ngecagkeun kalungguhanana teh.
  • Beunang kuru cileuh kentel peujit ngabakti ka dewata. Nu dituladna oge makuta anggoan Sahiang Indra. Sakitu, su gan aya nu dek nurutan. Enya eta lampah nu hilang ka Nu salarang, daek eleh ku satmata. Mana dina jaman eta mah daek eleh ku nu ngasuh.
 
 
Karya besar yang dipersembahkan untuk generasi sesudah nya diabadikan dalam bentuk prasasti yang terletak di Kawa li. Prasasti ini sangat membantu generasi sesudahnya untuk mengenal keberadaan Sunda di Kawali, serta meninggalkan wasiat, tentang kebajikan yang harus dijalankan, bahkan ada pula yang menyebutkan, bahwa Prasasti Kawali mengandung muatan tentang ajaran Sunda.
 
Isi dari Prasasti I dan II dimaksud, sebagai berikut :
 
PRASASTI I
  • (Jangan dimusnahkan–jangan semena-mena-ia dihor mati ia tetap –ia diinjak baga roboh).

 
 








PRASASTI II
  • Aya ma nu ngeusi kawali bani pakeuna keureuta be- ner pakeun nanjeur na juritna
  • (kepada yang mengisi tempat kawali berani menerap kan kebenaran agar bertahan dalam perjuangannya).
 
PRASASTI KAWALI III
Bati peuree tinggal nu atis-tina rasa aya ma nu ngeusi dayeuh baweu ulah botoh bisi kokoro (berani menahan kotoran tinggalah isi dari rasa, kepa da yang mengisi kehidupan wilayah janganlah berlebi han agar tidak menderita). 
***
 
PRASASTI I, II dan III diatas berisi ajaran yang disampaikan kepada para pengganti Wastu Kancana di Kawali untuk ber buat kebajikan dan kesejahteraan.
 
Ajaran tentang PAKENA GAWE RAHAYU dan PAKENA KRETA BENER, atau ajaran tentang berbuat kebajikan dan kesejahte raan sejati, merupakan inti pokok dari ajaran Urang Sunda Buhun, sebagaimana yang dimuat didalam naskah Amanat Galunggung (Koropak 632) dan Naskah Sanghiyang Siksa Kandang Karesiyan (630). Inti pokok dari ajaran tersebut terdapat didalam naskah Sanghiyang Siksa Kandang Karesi-yan, Koropok 630 lembar 26 dan 27, sebagai berikut :
 
Teguhkeun, pageuhkeun sahinga ning tuhu, pepet byak ta warta manah, mana kreta na bwana, mana hayu ikang jagat kena twah ning janma kapahayu.
 
Kitu keh, sang pandita pageuh kapanditaanna, kreta; sang wiku pageuh di kawikuanna, kreta; sang ameng pa geuh di kaamenganna, kreta; sang wasi pageuh dikawal kaanna, kreta; sang wong tani pageuh di katanianna, kreta; sang euwah pageuh di kaeuwahanna, kreta; sang gusti pageuh di kagustianna, kreta; sang mantri pageuh di kamantrianna, kreta; sang masang pageuh di kamasa nganna, kreta; sang tarahan pageuh di katarahanna, kre ta; sang disi pageuh di kadisianna, kreta; sang rama pa geuh di karamaanna, kreta; sang prebu pageuh di kapre buanna, kreta.
 
Nguni sang pandita kalawan sang dewarata pageuh ngretakeun ing bwana, nya mana kreta lor kidul wetan sa kasangga dening pretiwi sakakurung dening akasa, pahi manghurip ikang sarwo janma kabeh.
 
Naskah Wastukencana diatas diterjemaahkan, sebagai berikut :
Teguhkeun, kukuhkan batas-batas kebenaran, penuh kan kenyataan niat baik dalam jiwa, maka akan sejah teralah dunia, maka akan sentosalah jagat ini sebab perbuatan manusia yang penuh kebajikan.
 
Demikianlah hendaknya. Bila pendeta teguh dalam tu gasnya sebagai pendeta, akan sejakhtera. Bola wiku te guh dalam tugasnya sebagai wiku, akan sejakhtera. Bila manguyu teguh dalam tugasnya sebagai akhli gamelan, akan sejakhtera. Bila paliken teguh dalam tugasnya se bagai akhli seni rupa, akan sejahtera. Bila ameng teguh dalam tugasnya sebagai pelayan biara, akan sejakhtera. Bila pendeta teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejakhtera. Bila wasi teguh dalam tugasnya seba gai santi, akan sejakhtera. Bila ebon teguh dalam tugasnya sebagai biarawati, akan sejakhtera. Bila pendeta teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejakhte ra. Demikian pula bila walka teguh dalam tugasnya sebagai pertapa yang berpakaian kulit kayu, akan sejahte ra. Bila petani teguh dalam tugasnya sebagai petani, akan sejakhtera. Bila pendeta teguh dalam tugasnya se bagai pendeta, akan sejakhtera. Bila euwah teguh da lam tugasnya sebagai penunggu ladang, akan sejahtera. Bila gusti teguh dalam tugasnya sebagai pemilik tanah, akan sejahtera. Bila menteri teguh dalam tugasnya seba gai menteri, akan sejahtera. Bila masang teguh dalam tugasnya sebagai pemasang jerat, akan sejaktera. Bila bujangga teguh dalam tugasnya sebagai ahli pustaka, akan sejahtera. Bila tarahan teguh dalam tugasnya seba gai penambang penyebrangan, akan sejahtera. Bila disi teguh dalam tugasnya sebagai ahli obat dan tukang per amal, akan sejahtera. Bila rama teguh dalam tugasnya sebagai pengasuh rakyat, akan sejakhtera. Bila raja (pra bu) teguh dalam tugasnya sebagai raja, akan sejakhtera.
 
Demikian seharusnya pendeta dan raja harus teguh membina kesejahteraan didunia, maka akan sejahtera lah di utara barat dan timur, diseluruh hamparan bumi dan seluruh naungan langit, sempurnalah kehidupan seluruh umat manusia.
 
Ajaran ini mengandung konsep tentang bagaimana manusia harus memiliki laku yang baik, berpegang teguh pada kebena ran, dan professional dibidang keahliannya, dengan demikian maka akan tercapailah kesejahteraan sejati, yakni kesejah-teraan bathin karena tidak mengingkari kebenaran, dan kese jahteraan lahir karena menjalan tugas dengan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya.
 
Tuntunan ini Lebih maju dari praktek kenegaraan sekarang. Saat ini banyak bukan negarawan mengurusi masalah Negara. Para ahli agama banyak yang terjun jadi politikus, banyak politikus jadi pedagang, banyak kaum pedagang jadi penentu kebijakan Negara. Semuanya menyebabkan kerancuan dan menjauhkan bangsa dari kesejahteraan. Oleh karenanya, ma nusia sesudahnya (nu pandeuri) perlu bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya, sesuai dengan bidang dan ke ahliannya, agar heubeul jaya di buana (lama berjaya didunia) dan agar nanjeur na juritan (tetap unggul dalam perang), ba-ik perang lahir maupun bathin. Bila konsep kreta (kesejahte-raan) benar-benar dilaksanakan maka akan tercapai pula ketahanan dalam kehidupan negara.
 
Manusia Indonesia saat ini mengenal juga idiom tentang : “bertanyalah kepada akhlinya”, atau “jika suatu urusan dise rahkan kepada yang bukan akhlinya, maka tunggulah kehan curannya”. Hal yang sama dijelaskan oleh Darma Pitutur, di dalam naskah Sanghiyang Siksa Kandang Karesiyan atau ko ropak 630 lembar ke-15, agar jangan keliru menempatkan orang dalam tugasnya. Naskah tersebut, sebagai berikut :
 
Tadaga carita hangsa –gajendra carita banem-Matya-nem carita sagarem-Puspanem carita bangbarem. (Bila ingin tahu tentang telaga, bertanyalah kepada angsa, bi la ingin tahu tentang hutan bertanyalah kepada gajah, bila ingin tahu tentang laut bertanyalah kepada ikan, bila ingin tahu bunga bertanyalah kepada kumbang).
Ajaran diatas juga berhubungan dengan konsep kepemimpin an yang universal, bahkan jauh daripada sifat yang feodalis-tik. Oleh karenanya sangat sesuai dengan dengan sifat seo rang pemimpin yang ideal didalam cara-cara menerima kritik, yakni :
 
Kitu, lamun aya nu meda urang, aku sapameda sakalih. Nya ma na kadyangganing galah cedek tinugelan teka. Upamana urang kudil, eta kangken cai pamandyan. Upa mana urang kurit kangken datang nu ngaminyakan. Upamana urang ponyo kangkn datang nu mere kejo. Upamana urang henaang kang ken (datang nu) mawa keun aro teun. Upamana urang handeu eul kangken (datang) nu mere seupaheun. Ya sinangguh pan ca pari suda ngara(n)na. Eta kangken galah cedek tinugelan.
 
Lamun maka suka rasa urang, kangken pare beurat sangga. Boa maka hurip na urang reya. Ya katemu wwit ning suka Ia wan enak. Salang nu ngupat, ala panyara man. Aya twah urang ma eureunan. Hanteu twah urang ma ungang ambu-bapa. Kalingana janma ngara(n)na. Ya sinangguh para-mar/ra/ta wisesa, ya kangken dewa mangjanma ngara(n)na.Nya sangpuma sarira,nya wwit ning hayu, ya puhun ning bener.
 
(Begitulah, kalau ada yang men cela (mengeritik) kepa da kita, terimalah kritik orang lain itu. Yang demikian itu ibarat galah sodok dipotong runcing. Ibarat kita se dang dekil, celaan itu bagaikan air pemandian; ibarat kita sedang menderita kekeringan kulit, bagaikan da tang orang yang meminyaki; ibarat kita sedang lapar, bagaikan datang yang memberi nasi; ibarat kita sedang dahaga, bagaikan datang orang yang mengantar kan minuman; ibarat kita sedang kesal hati, bagaikan da tang orang yang memberi sirih pinang. Itulah yang di sebut panca parisuda (lima pena war); ibarat galah so dok diperpendek.
 
Bila kita merasa bahagia, ibarat padi berat isi. pasti se jahteralah orang banyak, karena bertemu dengan sum ber kesenangan dan kenikmatan, (yaitu) tahan celaan dan mengambil (memperhatikan) nasihat orang lain. Bila sedang sibuk tundalah sementara, (lebih-lebih) bi la sedang tidak ada pe kerjaan, untuk menjenguk ibu -bapak. Itulah yang disebut manusia sejati; yang disebut keutamaan tertinggi: ibarat dewa berwujud manusia namanya; berperibadi sempurna. benih kebajikan dan pohon kebenaran).
 
Manusia harus siap dikritik oleh siapa saja. Kritik (pameda) harus diterima sebagaimana obat penawar, seperti diberi air mandi ketika sedang dekil; diberi minyak ketika dekil; diberi nasi ketika lapar; dan ibarat diberi sirih pinang (seupaheun) ketika kesal. Bila kita menerima semuanya, budi kita akan padat berisi “kangken pare beurat angsa” atau seperti padi yang berat merunduk karena berisi.
 
Kedua, mendengar nasehat leluhurnya (para pendahulunya); mentaati agama sebagai pegangan hidup; dan harus kukuh menerima ajaran kebajikan dari para pendahulunya. Akan menjadi orang terhormat dan merasa senang bila mampu me negakkan ajaran/agama ; akan menjadi orang terhormat bila dapat menghubungkan kasih sayang/silaturahmi dengan se sama manusia. Itulah manusia yang mulia.
 
Ketiga, dalam ajaran patikrama (etika), yang disebut bertapa itu adalah beramal/bekerja, yaitu apa yang kita kerjakan. Bu ruk amalnya ya buruk pula tapanya, sedang amalnya ya se dang pula tapanya; sempurna amalnya/kerjanya ya sempur na tapanya. Kita menjadi kaya karena kita bekerja, berhasil ta panya. Orang lainlah yang akan menilai pekerjaan/tapa kita.
 
Keempat, jika ajaran ini dilaksanakan maka raja akan tente ram dalam menjalankan tugasnya; keluarga/tokoh masyara kat akan lancar mengumpulkan bahan makanan; para ahli strategi akan unggul perangnya; pertanian akan subur; dan manusia panjang umur. Oleh karenanya RAMA (tokoh masya rakat) bertanggung jawab atas kemakmuran hidup; RESI (cer dik pandai, berilmu), bertanggung jawab atas kesejahteraan; PRABU (birokrat) bertanggung jawab atas kelancaran peme rintahan. Mereka harus mengindarkan diri dari berebut kedu dukan; berebut penghasilan; berebut hadiah.
 
Kelima, suatu keinginan tidak akan tercapai tanpa berkarya, tidak punya keterampilan, tidak rajin, rendah diri, merasa berbakat buruk. Itulah yang disebut hidup percuma saja. Tiru lah wujudnya air di sungai, terus mengalir dalam alur yang di laluinya. Itulah yang tidak sia-sia. Pusatkan perhatian kepa cita-cita yang diinginkan. Itulah yang disebut dengan kesem purnaan dan keindahan.
 
Demikianlah wasiat Wastu Kancana, semoga dapat ditaati oleh NU PANDEURI agar HEUBEUL JAYA DINA BUANA.(***)

Disarikan oleh : Agus Setia Permana
AMANAT GALUNGGUNG intinya merupakan ajaran atau visi yang harus dimilik setiap ‘Urang Sunda’, terutama dalam cara hirup kumbuhna. Sehingga dapat membentuk diri sebagai pri badi yang positif dan mencerminkan kebahagiaan. Ajaran ber asal dari Prabu Darmasiksa ini, Pertama, perlu diwaspadai kemungkinan direbutnya kemuliaan dan kejayaan bangsa sendiri oleh pihak asing, termasuk menjaga Kabuyutan (ta nah pusaka yang keramat, atau tanah air). Hal ini berhubung-an dengan wajibnya warga negara mempertahan kedaulatan dan tanah airnya. Untuk menjaga agar tidak terjadi perpecah an maka jangan merampas hak orang lain dan melanggar atu ran.
***
 
 
Prasasti selanjutnya baru ditemukan pada tahun 1995 oleh Juru Kunci Astana Gede. Prasasti ini berisi enam baris tulisan yang dipahat dan berbahasa Sunda Kuna. Materi dari Prasas-ti ini berhubungan dengan Prasasti I dan II. Oleh karenanya disebut Prasasti III. Prasasti ini belum banyak dibacarakan, baik oleh para akhli maupun masyarakat tradisional, namun sudah dapat dipasti-kan berisi tentang Wasiat Wastu Kancana yang berhubungan dengan Prasasti sebelumnya.
Hayua diponah-ponah - Hayua dicawuh-cawuh–Bhaga neker baga a(n)ger-Bhaga ni(n)cak baga rempag.
Bagian pinggir/tepian
(yang berada di kawali ini adalah yang mulia pertapa yang berbahagia Prabu Raja Wastu yang bertahta di Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit (pertahanan) sekeliling ibu kota, yang mensejahterakan (memajukan pertanian) seluruh negeri. Semoga ada (mereka) yang kemudian membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya didunia).
00 nihan tanpa kawali nu siya mulia tanpa bhagya pa rebu raja wastu mangadeg di kuta kawali nu mahayu na kadatuan Surawisesa nu margi sakuliling dayeuh nu najur sagala desa aya ma nu pa(n) deuri pakena gawe rahhay pakeun heubeul jaya dina buana 00.
Bagian Muka/depan :
PRASASTI I DAN II disebut-sebut sebagai tanda keberadaan Wastu Kancana di Kawali. Selain itu berisi tentang Wasiat Wastu Kancana kepada para penerusnya di Kawali untuk ber buat kesejahteraan (kreta) agar Kawali tetap jaya di Buana. Isi prasasti ini memancarkan ketulusan hati seorang pertapa dinagara yang telah mampu membawa kesejahteraan dan kesentausaan rakyat dan negaranya. Seperti himbauan untuk membiasakan diri berbuat kebajikan (pakena gawe rahayu) dan membiasakan diri berbuat kesejahteraan sejati (pakena kreta bener) adalah sumber kejayaan dan kesentausaan negara.
***
Penulis Carita Parahyangan menyebutkan Wastu Kancana sebagai raja muda yang berpengalaman karena ia sangat men taati Satmata (Bunisora). Sikap dan kepemimpinnya menen tramkan semua lapisan masyarakat, kaum profesional dapat bekerja dan merasa terlindungi; taat beribadah dan menga- malkan ajaran kebajikan; bahkan karena keyakinannya dia melepaskan jabatannya.

MOHON MAAF

Untuk perbaikan dan saran anda dimohon untuk meninggalkan pesan, hasil dan jawabannya dapat dilihat di BLOG SANG RAKEAN. Hatur Nuhun







Rajah Karuhun by Agus 1960