Kamis, 23 Oktober 2008

Oto Iskandar Dinata

Kemarin di gunung pancar Eko cerita, dia lagi seneng baca Biografi orang-orang terkenal, dia bilang asyik dan menegangkan. Saking hanyutnya dia dalam bacaan-bacaan itu jadi nggak anekh jika mengidolakan tokoh Che Guevara. Orang Jember (mungkin Jember Utara), Keturunan Madura yang ngaku-ngaku orang Jogya ini menulis inisial atau gambar-gambar dan jargon-jargon dengan lambang Che Guevara. Tidak cukup sampai disitu, team futsal binaannyapun dia beri lambing Che Guevara. Saya pun mempunyai keyakinan, mungkin juga onderdil dalamnya ada lambang Che Guevara.

Mudah-mudahan dia tidak menyekutukan Tuhan atau Nabinya dengan Che Guevara. Karena kalo itu terjadi pastilah dia dikutuk temen-2 lainnya. … heheheheh. Mari kita doakan aja supaya dia tidak terjerumus lebih jauh lagi.

Nakh, sebagai temen tentunya perlu juga mendorong dia agar terus rajin belajar dan membaca buku, terutama buku-buku biografi tokoh-tokoh, mungkin juga biografi seleb juga dia baca. Untuk itu tak hadiahi ulasan Buku Otobiografi OTO ISKANDAR DINATA. Hal ini penting, mengingat saat ini Eko lagi ada dalam masa transisi, dari masyarakat proletar menuju masyarakat Kapitalis, dan agak borjuis, karena tidurnyapun sudah sangat teratur.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Didalam Kamus Mbah Wikie : Raden Oto Iskandar di Nata (Bandung, Jawa Barat, 31 Maret 1897–Bandung, 20 Desember 1945) adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Ia mempunyai julukan si Jalak Harupat. Selain itu, ia adalah mantan ketua organisasi Paguyuban Pasundan dan anggota Volksraad (DPR pada masa Hindia Belanda).

Oto Iskandar Di Nata dilandih sebagai Si Jalak Harupat, tentunya mempunyai alasan yang unik, karena Oto Iskandar Di Nata di kenal Pejuang yang Non Kompromistis. Mungkin juga bisa dikatagorikan cepet marah, cepat naek darah, sehingga tak heran meninggalnya pun hampir sama dengan Tan Malaka dan Supriyadi, yang tidak diketahui siapa yang membunuhnya. Mayatnya sampai kini tidak pernah ditemukan.

Bagai anak saya, tokoh Oto Iskandar Di Nata hanya dikenal lewat nama sebuah jalan yang ada hampir diseluruh kota. Sedangkan peranannya hampir terlupakan. Sama halnya dengan peranan MH. Thamrin, tokoh masyarakat Betawi. Tidak ada film yang menceritakannya, seperti film “Janur Kuning” atau tokoh-tokoh pemberantasan PKI dalam Film Pemberontakan G 30 S/PKI. Oto Iskandar Di Nata adalah tokoh nasional, yang berjuang tidak hanya di daerah Jawa Barat, tapi lebih dikenang masyarakat Sunda. Inilah yang diceritakan . Iip D. Yahya dalam Oto Biografi Oto Iskandar Di Nata.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sijalak Harupat : Pejuang Etno - Nasionalais
Dari : Rubrik Politik Priangan tanpa Batas, Fakta tanpa Batas, Priangan Maya Priangan Nyata : Senin, 21 Juli 2008
Ditulis oleh : Prof. Dr. H.M. Ahman Sya
-------------------------------------------------------------------------------------------

SETIAP tanggal 31 Maret, keluarga besar Paguyuban Pasundan biasanya melakukan upacara ziarah di puncak sebuah bukit kecil yang diberi nama Pasir Pahlawan (Jalan Raya Bandung-Lembang). Tempat itu adalah lokasi simbolis dimakamkannya R. Oto Iskandar di Nata. Disebut simbolis, karena yang disemayamkan di situ (sejak 20 Desember 1952) hanyalah setumpuk pasir yang dibungkus dengan kain kafan, yang berasal dari pantai Mauk (Tangerang), tempat dimana R. Oto Iskandar di Nata dibunuh. Mayatnya sampai kini tidak pernah ditemukan.

Dalam acara ziarah, senantiasa dibacakan ikrar ziarah atau ikrar panyekar sebagai berikut:

Kalayan nyebat asmana Alloh Nu Mahawelas tur Mahaasih,
disakseni ku nu Mahauninga,
dinten ieu kaping 31 Maret,
para panyekar nu rajeg ngadeg di mumunggang Pasir Pahlawan,
nyungkemkeun sewu panghormat ka Bapa R. Oto Iskandar Di Nata (suargi),
rehing Bapa parantos mintonkeun yasa-yasa kanggo kawaluyaan Ki Sunda,
kalih bangsa sareng nagara Indonesia.
Panyekar nu rajeg ngadeg dina raraga neundeun katineung ka Bapa,
seja panceg dina adeg-adeg Ki Sunda nu parantos dicontokeun ku Bapa.
Tapak lacak, ketak sareng wawanen Bapa seja diteraskeun,
sangkan komara Ki Sunda ngagalura.
Panyekar misadar, hasil tohpati Bapa di bihari,
kedah diteraskeun ku rundayan nu kiwari.
Ku kituna, panyekar ngagemblengkeun tekad, sejak samiuk satangtung,
ngajungjung ajen-inajen perjuangan Bapa.
Paneja muga laksana.
(Dokumen Resmi PB Paguyuban Pasundan)


Kata-kata yang setiap tahun dibacakan itu, intinya berisikan pengakuan akan perjuangan Pa Oto, serta kesipan melanjutkan cita-citanya. Orang Sunda khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, memang seharusnya mitineung pada Pa Oto. Dia telah menunjukkan diri bagaimana seharusnya berfikir, bersikap, dan bertindak untuk membangun Indonesia sejahtera. Beliau telah berhasil mengubah pola dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun hankam dalam menciptakan fondasi yang kuat bagi kemerdekaan Indonesia.

Masyarakat Sunda dan budayanya dalam keyakinan Pa Oto, bukanlah masyarakat yang mengalah pada kebiadaban serta menyerah pada nasib. Dia adalah kelompok yang potensial, mampu bangkit dari segala kelemahan dan keterpurukan melalui pembangunan pendidikan dan ekonomi. Masyarakat ini juga bisa menjadi pelopor dan perekat dalam mewujudkan Indonesia yang multikultur.

Terbitnya buku Iip D. Yahya, saya berani menyatakan bahwa seluruh orang Sunda wajib hukumnya membaca buku itu. Alasannya agar tidak pareumeun obor. Tahu tentang apa, mengapa, dan bagaimana sepak terjang pejuang sekelas Pa Oto dalam membangun sebuah bangsa berdasar kesungguhan dan keikhlasan. Kini bangsa kita sudah komersil, materialistis, dan semakin menurun nasionalismenya.

Popularitas R. Oto Iskandar di Nata mencuat ke permukaan tatkala beliau memimpin organisasi Pagoeyoeban Pasoendan antara tahun 1929-1942 (tiga periode). Sebelumnya, organisasi ini dipimpin oleh D.K. Ardiwinata dan R. Oto Koesoema Soebrata.

Sebagai organisasi perjuangan, Pagoeyoeban Pasoendan didirikan pada tanggal 20 Juli 1913 di Batavia atas prakarsa D.K. Ardiwinata dan para mahasiswa HBS (Hogere Burger School), KWS (Koning Willem School) dan STOVIA (School tot Opleiding van Indlandsche Artsen) serta masyarakat Soenda yang ada di Batavia. Semenjak berdiri, falsafah organisasi ini adalah memberantas kemiskinan dan kebodohan, yang kini diperkuat dengan motto agar para anggotanya memiliki karakter yang (1) pengkuh agama Islam na, (2) jembar budaya Sunda na, dan (3) luhung elmu na.

Sebelum memimpin Pagoeyoeban Pasoendan, R. Oto Iskandar di Nata yang dilahirkan di Bojongsoang pada tanggal 31 Maret 1897, adalah anggota dan pengurus Boedi Oetomo yang memiliki kecerdasan yang brilian serta nasionalisme yang militan. Setelah menamatkan Kweekschool (sekolah guru rendah), beliau melanjutkan sekolah ke HKS (Hogere Kweekschool) sebagai sekolah pendidikan guru tertinggi untuk pribumi di Purworejo. Beliau tamat tahun 1920, dan selanjutnya mendapat tugas sebagai guru HIS (Hollands Inlandsche School) atau sekolah dasar 7 tahun yang berbahasa Belanda, di Banjarnegara.
Tahun 1921-1924 bertugas di Bandung, selanjutnya pindah lagi ke Pekalongan. Di tempat ini, beliau mulai terjun ke dunia politik praktis melalui organisasi Boedi Oetomo, dan terpilih menjadi anggota Dewan Kota.


II. PEMBELA RAKYAT SEJATI
Prestasi gemilang R. Oto Iskandar di Nata selama menjadi anggota Dewan Kota di Pekalongan diantaranya adalah:
1. Melawan tuan kontrak Wonopringgo yang bertindak memeras rakyat untuk kepentingan perusahaannya. Residen Pekalongan saat itu mengancamnya akan membuang Pa Oto ke Digul. Namun pada akhirnya Residen itu yang dimutasi.
2. Membongkar tindakan pimpinan kepolisian Pekalongan yang menyiksa rakyat tanpa perikemanusiaan.
3. Memberantas kejahatan rentenir.
4. Mendirikan sekolah Kartini.
Tahun 1928, pada saat beliau bertugas sebagai guru HIS Muhammadiyah di Jakarta, beliau menjadi anggota Pagoeyoeban Pasoendan. Di bawah kepemimpinan beliau, organisasi ini dibentuk menjadi partai politik, sehingga memiliki kekuatan dan pengaruh yang cukup besar. Disegani oleh kaum penjajah. Hasilnya, banyak diantara pengurus Pagoeyoeban Pasoendan yang terpilih menjadi anggota dewan daerah, yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat.

Pada tahun 1930, Pa Oto terpilih jadi anggota dewan rakyat (volksraad). Di sini pula peran beliau sangat menonjol, berani karena benar, membela rakyat tanpa pandang bulu. Tidaklah heran, bila kemudian beliau mendapat julukan Si Jalak Harupat atau Si Bima. Kalau diumpamakan pada ayam jantan Ciparage, garung suwung musuh, can asor di mana-mana, kuat ku teunggeul, asak dina ulin, tapi ana ngabintih, sakali meupeuh matak ngarumpuyuk musuh.

Musuh bebuyutan Pa Oto adalah penjajah Belanda. Tatkala Jepang datang, beliau memilih perjuangan kooperatif, meskipun sebenarnya ia bertolak belakang. Di jaman Jepang, Pa Oto mempunyai kedudukan sebagai:
1. Direksi warta harian “Tjahaya”
2. Pimpinan Jawa Hokokai
3. Pimpinan BPKKP (Badan Pembantu Keluarga Korban Perang)
4. Anggota Tyuo Sangiin
5. Anggota Panitia Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
6. Pendiri PETA, yang kemudian menjadi ABRI dan selanjutnya TNI
7. Pencipta pekik “Merdeka” sambil mengangkat tangan kanan dimana semua jarinya terbuka.

Akhir kehidupan Pa Oto memang tidak disangka akan tragis. Orang Sunda dan bangsa Indonesia pada umumnya kehilangan sosok pejuang yang memahami betul perjuangan. Meskipun pada akhirnya ia diangkat sebagai pahlawan nasional melalui Kepres No. 088/TK/1973 tanggal 6 Nopember 1973, namun kita sungguh kehilangan jejak.Beliau adalah teladan dan pejuang sejati. Melalui Pagoeyoeban Pasoendan, beliau berjuang demi Indonesia. Jadi tidaklah benar, organisasi ini bersifat kesukuan. Namun etno-nasionalis.

Sejak awal, ketuanya (Baca : Paguyuban Pasundan) adalah Daeng Kanduruan Ardiwinata, cucu raja Lombo dari Makassar. Isterinya orang Manonjaya, karena itu sekarang D.K. Ardiwinata disemayamkan di Manonjaya, Tasikmalaya. Daeng adalah nama atau gelar keturunan raja Makassar, sedangkan Kanduruan adalah gelar yang dianugerahkan Belanda kepada guru yang banyak jasanya.


III. PEWARISAN NILAI, JIWA DAN SEMANGAT JUANG
Buku otobiografi R. Oto Iskandar di Nata pernah ditulis diantaranya oleh Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutoyo (1972), Sri Sutjiatiningsih (1983) dan Nina H. Lubis (2003). Kali ini, penulisnya adalah Iip D. Yahya, seorang jurnalis muda yang potensial. Gaya penulisannya pun lain dari yang lain. Mungkin boleh dikelompokkan pada tipe logico-hipotetico-verifikasi.

Pa Iip mencoba mengungkap terlebih dahulu peristiwa pembunuhan Pa Oto. Mencari tahu siapa pembunuhnya, apa alasannya dan bagaimana penyelesaiannya. Namun, layaknya sebuah penelitian ilmiah, buku ini juga diakhiri dengan ditemukannya masalah baru. Adakah muatan politis dalam semua peristiwa itu? Adakah hubungannya dengan ketokohannya dalam masyarakat Sunda? Bagaimanakah hubungannya dengan orang-orang di sekitar Bung Karno atau dengan peran Bung Karno sendiri, mengingat almarhum sangat dekat dengannya? Semua pertanayaan ini menantang untuk segera dicari tahu jawabannya.

Pa Oto sejak kecil, memang pemberani. Mungkin juga terlalu berani. Seorang guru Belanda nya ditantang untuk berkelahi karena melakukan kekeliruan fatal. Demikian pula dia berani mengeritik cara gurunya pakai dasi, yang waktu itu sangat terlarang bagi murid pribumi berbuat seperti itu. Guru Belanda nya kemudian bergumam, “Andaikata dia anak Belanda, ia pasti disebut anak pemberani dan suka terus terang”.

Menurut hemat saya, sepak terjang tokoh seperti Pa Oto, belum pernah muncul lagi di kalangan masyarakat Sunda, juga di Indonesia. Kini, banyak pemimpin yang serba ragu-ragu dan serba takut. Lebih banyak yang berani mengorbankan harga diri dan martabat bangsa, daripada harus melawan “penjajah baru”. Akibatnya, bangsa ini menjadi the beggar nation atau bangsa peminta-minta.
Proses nation and character building yang sejak sebelum kemerdekaan selalu menjadi prioritas, kini semakin pudar. Egosentrisme lebih mengemuka daripada nasionalisme. Idealisme dan patriotisme kebangsaan, juga melemah. Kita lebih didominasi oleh pragmatisme untuk kepentingan diri atau kelompok. Mungkin suatu saat, kemampuan bangsa ini untuk tetap eksis memasuki wilayah yang harus dipertanyakan.

Bangsa ini, adalah bangsa yang besar. Diperlukan upaya yang terus menerus dalam memelihara persatuan dan kesatuannya. Kita memiliki wilayah 7,5 juta kilometer persegi, 17.500 buah pulau, 525 suku bangsa, dan 250 bahasa daerah. Apabila idealisme, patriotisme, nasionalisme, persatuan dan kesatuan tidak lagi menjadi fokus pembangunan kesejahteraan dan keamanan, maka menurut seorang pengamat, tahun 2015 diduga akan memasuki puncak krisis. Dengan berguru pada perjalanan hidup Pa Oto, maka kita harus tetap berjuang dan memperjuangkan diri untuk maju. Jadi jangan ngakaya orang Sunda. Kita bisa bangkit membela diri dalam kerangka NKRI.

Pa Oto patutlah kiranya, jika kita semua meneladaninya. Sejak sekarang, diharapkan lahir Pa Oto-Pa Oto baru, yang mampu menjadi contoh dan perekat dalam ke-Indonesiaan. Pa Oto adalah sosok yang berani berkorban segalanya.

Beberapa hari setelah proklamasi beliau mengatakan: ”Kalau Indonesia merdeka boleh ditebus dengan jiwa seorang anak Indonesia, saya telah memajukan diri sebagai kandidat yang pertama untuk pengorbanan itu (Taufik Abdullah dalam Nina H. Lubis, 2003:xxi).

Dalam siding PPKI tanggal 18 Agustus 1945, Pa Oto juga lah yang mengusulkan Bung Karno dan Bung Hatta jadi presiden dan wakil presiden RI pertama. Terakhir, dia menjadi menteri Negara pertahanan dalam kabinet pertama RI.
Mungkin ada yang pro dan kontra dalam membicarakan kehidupan Pa Oto. Namun itu adalah sesuatu yang lumrah. Apalagi dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan yang senantiasa berbajukan politik. Waktu beliau masih jadi pelajar saja, selalu diawasi oleh gurunya karena senang membaca De Express pimpinan Douwes Dekker yang anti penjajahan. Tapi satu hal, Pa Oto adalah pemberani, jujur, serta peduli terhadap rakyat dan bangsanya.

Menjelang akhir hayatnya, isu tentang kooperatifnya Pa Oto dengan Jepang, nampaknya menjadi dasar munculnya pengkhianatan. Karenanya, tatkala NICA tiba di Bandung, Pa Oto dicurigai akan menjual Bandung satu bilyun kepada NICA.

Semenjak Pa Oto diculik tanggal 10 Desember 1945 sampai awal tahun 1952, segala sesuatu tentang dia tidak mendapat perhatian. Orang Sunda bangkit dan membelanya. Inilah bukti bahwa orang Sunda siap menjadi pewaris nilai, jiwa, dan semangat juang Pa Oto demi Indonesia Raya!
-----------------------------------------------------------------------

Disampaikan pada diskusi dan bedah buku Oto Iskandar di Nata: The Untold Stories karya Iip D. Yahya (2008), yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB) di kantor Redaksi Harian Umum Priangan (Grup Pikiran Rakyat).

Penulis adalah Rektor Univ. ARS Internasional, Bandung.
Wk. Ketua Yayasan Pendidikan Tinggi Pasundan, PB Paguyuban Pasundan, Bandung - Guru Besar UNSIL Tasikmalaya

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam pangwanoh..
sim kuring daeng na incu DK ARDIWINATA.
Alhamdulillah...
ngiring bingah.iraha atuh ki sunda makalangan deui!!!

Unknown mengatakan...

Salam kenal Kang Danoer.9 .... mudah-2 an aya dina kawilujengan. Aya nage sa eseeun mos tas aya nu lalugay, mung kasilih ku bisi ... margi teu lengkep nagari ieu tanpa Ki Sunda.

MOHON MAAF

Untuk perbaikan dan saran anda dimohon untuk meninggalkan pesan, hasil dan jawabannya dapat dilihat di BLOG SANG RAKEAN. Hatur Nuhun







Rajah Karuhun by Agus 1960